Jumat, 16 Maret 2012

Makalah PKN


BAB 4
HUBUNGAN INTERNASIONAL DAN ORGANISASI INTERNASIONAL
D. Perjanjian Internasional
     1. Pengertian
Menurut Pasal 2 ayat (1) huruf a Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional, yang dimaksud dengan perjanjian internasional adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apa pun nama yang diberikan kepadanya.

       2. Penggolongan Perjanjian Internasional
Untuk mengetahui penggolongan atau klasifikasi perjanjian internasional, kita harus meninjau dari berbagai segi aspeknya dapat dibedakan seperti berikut.
a) Menurut subjeknya
1) Perjanjian antar negara yang dilakukan oleh banyak negara merupakan subjek hukum internasional.
2) Perjanjian internasional antar negara dan subjek hukum internasional lainnya, seperti antara organisasi internasional Takhta Suci dengan Organisasi Uni Eropa.
3) Perjanjian antar subjek hukum internasional selain negara, seperti antara suatu organisasi internasional dan organisasi internasional lainnya. Contoh: Kerjasama ASEAN dan Uni Eropa.
b) Menurut isinya
1) Segi polotis, seperti pakta pertahanan dan perdamaian. Contoh: NATO.
2) Segi ekonomi, seperti bantuan  ekonomi dan bantuan keuangan. Contoh: IMF, Bank Dunia, dll
3) Segi batas wilayah. Seperti laut teritorial, batas alam daratan, dan sebagainya.
4) Segi kesehatan, seperti masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS, dan sebagainya.
c) Menurut proses atau tahap pembentukannya
1) Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.
2) Perjanjian bersifat sederhana yang dibuatmelalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan (biasanya digunakan kata persetujuan atau agreement).
d) Menurut fungsinya
1) Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral). Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga. Contoh: Konvensi Wina tahun 1958 tentang hubungan diplomatik, dan lain sebagainya.
2) Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral). Contoh: Perjanjian antara RI dan RRC mengenai dwi kewarganegaraan tahun 1955, dan lain-lain.

       3. Jenis-Jenis Perjanjian Internasional
a. Perjanjian Bilateral
         Perjanjian bilateral bersifat khusus (treaty contract) karena hanya mengatur hal-hal menyangkut kepentingan kedua negara saja. Oleh karena itu, perjanjian bilateral bersifat ‘tertutup’. Artinya tertutup kemungkinan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut.
Ada beberapa contoh yang dapat disampaikan sebagai gambaran konkret perjanjian bilateral.
1) Perjanjian antara Indonesia dengan Thailand tentang garis batas Laut Andaman di sebelah utara Selat Malaka pada tahun 1971
2) Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1974

b. Perjanjian Multilateral
Perjanjian itu sering disebut sebagai law making treatiskarena biasanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka. Perjanjian multilateral tidak saja mengatur kepentingan negara-negara yang mengadakannya, melainkan juga kepentingan negara lain yang tidak turut (bukan peserta) dalam perjanjian multilateral tersebut.
Untuk lebih jelasnya adabeberapa contoh tentang perjanjian multilateral seperti berikut.
1) Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang
2) Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik
3) Konvensi Hukum Laut Internasional tahun1982 tentang Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Zona bersebelahan, dan Landas Benua.

       4. Proses Pembuatan Perjanjian Internasional
Dalam Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional disebabkan bahwa dalam pembuatan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut.
a) Perundingan (Negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antar pihak atau negara tentang  objek tertentu.Pada tahap awal diadakan penjajakan  atau pembicaraan pndahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukkan Surat Kuasa Penuh (full powers). Selain mereka, hal ini juga dapat dilakukan oleh kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri tau duta besar.
b) Penandatangan (Signature)
Lazimnya penandatangan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) atau kepala pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah jika 2/3 suara persen yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negara sebelum diratifikasi oleh masing-masing negaranya.
c) Pengesahan (Ratification)
Suatu negara mengikatkan diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah disahkan oleh badan yang berwenang di negaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya dapat bersifat sementara dan masih harus dikuatkan dengan pengesaan atau penguatan.
Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Ratifikasi oleh badan eksekutif.
2) Ratifikasi oleh badan legislatif.
3) Ratifikasi campuran (DPR dan pemerintah).
Berikut ini beberapa contoh perjanjian internasional yang dapat ditemukan dari perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia.
a) Persetujuan Indonesia dengan Belanda mengenai penyerahan Irian Barat (Papua)
b) Persetujuan garis batas landas kontinen antara indonesia dengan Singapura tentang selat Singapura (25 Mei 1973).

      5. Persyaratan Perjanjian Internasional
Unsur-unsur yang penting dalam persyaratan adalah sebagai berikut.
a. Harus dinyatakan secara formal/resmi.
b. Bermaksud untuk membatasi, meniadakan, atau mengubah akibat hukum dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalm perjanjian itu.
Mengenai persyaratan dalam perjanjian internasional, terdapat dua teori yang cukup berkembang, yaitu sebagai berikut.
1) Teori kebulatan suara (Unanimity Principle).
2) Teori pan Amerika (menekankan kedaulatan negara).

     6. Berlakunya Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional berlaku pada saat peristiwa berikut ini.
a. Mulai berlaku sejak tanggal yang ditentukan atau menurut yang disetujui oleh negara perunding.
b. Jika tidak ada ketentuan atau persetujuan, perjanjian mulai berlaku setelah persetujuan diikat dan dinyatakn oleh semua negara perunding.

     7. Pelaksanaan Perjanjian Internasional
Ketaatan perjanjian internasional dilakukan berdasarkan sebagai berikut.
a. Perjanjian yang harus dipatuhi (Pact Sunt Servanda).
b. Kesadaran hukum nasional.

     8. Penerapan Perjanjian Internasional
Penerapan perjanjian internasional dapat diberlakukan atas dasar sebagai berikut.
a. Daya berlaku surut (Retroactivity).
b. Wilayah penerapan (Teritorial Scope).
c. Perjanjian penyusul (Successive Treaty).

    9. Kedudukan Negara Bukan Peserta
Negara bukan peserta pada hakikatnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk mematuhinya. Akan tetapi bila perjanjian itu bersifat multilateral (PBB) atau objeknya besar (Terusan Suez, dan lain-lain) mereka juga dapat trikat dengan kondisi sebgai berikut.
a. Negara tersebut menyatakan diri terhadap perjanjian itu.
b. Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.
       10.  Pembatalan Perjanjian Internasional
Berdasarkan Konvensi Wina tahun 1969, karena berbagai alasan suatu perjanjian internasional dapat batal antara lain sebagai berikut.
a. Negara atau wakil kuasa penuh melanggar ketentuan hukum nasionalnya.
b. Bertentangan dengan suatu kaidah dasar hukum internasional lainnya.
c. Adanya unsur paksaan terhadap wakil suatu negara peserta. Paksaan tersebut baik dengan ancaman maupun pengguanaan kekuatan.
  11. Berakhirnya Perjanjian Internasional
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH dalam buku pengantar hukum internasional mengatakan bahwa suatu perjanjian berakhir karena sebagai berikut.
a. Telah tercapai tujuan dari perjanjian internasional itu.
b. Masa berlakunya perjanjian internasional itu telah habis.
c. Perjanjian secara sepihak diakhiri oleh salah satu peserta dan pengakhiran itu diterima oleh pihak lain.

E. KEBIJAKAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
       1. Latar Belakang
Pada tanggal 2 September 1948, pemerintah segera mengumumkan pendirian politik luar negeri Indonesia di hadapan badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang antara lain berbunyi, “... tetapi mestikah kita, bangsa Indonesia dan negara kita hanya harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika? Apakah tak ada pendirian lain yang harus kita ambil dalm mengejar cita-cita kita”. Keterangan inilah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Selain itu, ada faktor-faktor penting yang ikut menentukan perumusan politik luar negeri Indonesia, yaitu sebagai berikut.
a. Posisi geografis
b. Penduduk
c. Kekayaan alam
d. Militer
e. Perkembangan situasi internasional
f. Kulitas diplomasi

2. Landasan dan Pengerian Politik Luar Negeri Indonesia
a. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia
Landasan politik luar negeri Indonesia meliputi landasan idiil pancasila, landasan konstitusional atau sruktural UUD 1945, landasan operasional (Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 Tentang GBHN, UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, kebijakan presiden yang berupa Keputusan Presiden, dan kebijakan menteri luar negeri berupa Peraturan Menteri.

b. Pengertian Politik Luar Negeri
Menurut UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri menyatakan bahwa yang dimaksud politik luar negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah  pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, serta subjek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.
       3. Pokok-Pokok dan Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia
a. Pokok-pokok politik luar negeri bebas aktif, yaitu sebagai berikut.
1) Negara Indonesia menggunakan politik damai
2) Negara RI bersahabat dengan segala bangsa atas dasar salin menghaegai dengan tidak mencampuri soal susunan dan corak pemerintahan negara masing-masing.
3) Memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi internasional untuk menjamin perdamaian yang kekal.
4) Membantu pelaksanaan keadilan sosial internasioanl dengan berpedoman pada Piagam PBB, khususnya Pasal 1,2, dan 55.
5) Negara RI dalam lingkungan PBB berusaha menyokong perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa yang masih dijajah sebab tanpa kemerdekaan, persaudaraan, dan perdamaian internasional itu tidak akan tercapai.

b. Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia
1) Pembentukan satu negara Republik Indonesia yang berbentuk negara kesatuan dan negara kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai Merauke.
2) Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3) Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia, terutam sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia atas dasar bekerja sama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme menuju perdamaian dunia yang sempurna.

       4. Pedoman Perjuangan
Pedoman perjuangan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif berdasarkan faktor-faktor berikut.
a. Dasa-Sila Bandung yang mencerminkan sollidaritas negara-negara Asia sendiri dengan kerjasama regional.
b. Pemulihan kembali kepercayaan negara-negara bangsa-bangsa lain terhadap maksud dan tujuan revolusi Indonesia dengan cara memperbanyak kawan dari pada lawan, menjatuhkan kontradiksi dengan mencari keserasian yang sesuia dengan falsafah pancasila.
c. Pelaksanaan dilkukan dengan keluwesan dalam pendekatan dan penanggapan sehingga pengaruhnya harus dilakukan untuk kepentingan nasional terutama kepentingan ekonomi rakyat.

          5. Pelaksanaan Politik Bebas Aktif
Dalam rangka menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera, negara kita harus tetap melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
a. Bebas, artinya kita bebas menentukan sikap dan pandangan kita terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis bertentangan (blok Timur dengan komunisnya dan blok Barat dengan liberalnya).
b. Aktif, artinya kita dalam politik luar negeri senantiasa aktif memperjuangkan terbinarnya perdamaian dunia. Aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, aktif memperjuangkan ketertiban dunia, dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.
Perwujudan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, dapat kita lihat pada contoh berikut ini.
1) Penyelenggaraan Konferensi Aia-Afrika pada tahun 1955 yang melahirkan semangat dan solidaritas negara-negara Asia-Afrika yang kemudian melahirkan Deklarasi Bandung.
2) Indonesia juga aktif dalam merintis dan mengembangkan organisasi di kawasan Asia Tenggara (ASEN).

Referensi
Budiyanto.2005.Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas XI.Jakarta:Erlangga.
Suharsono, Tri, et al.2007.Kewarganegaraan 2 Menuju Masyarakat Madani.Jakarta:
         Yudhistira.
Sujiyanto, et al.2007.Praktik Belajar Kewarganegaraan Untuk SMA.Jakarta:Ganeca.




 

>

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Jadilah pembaca yang baik dan budiman, diharap jika mengcopas isi dari blog ini cantumkan alamat blognya.
Silakan berkomentar dengan santun, dengan senang hati saya akan membalasnya ^_^