Jumat, 01 Mei 2015

Bahasaku Sayang, Bahasaku Malang

          Bahasa, merupakan rangkaian kata demi kata secara tertulis ataupun lisan, yang digunakan sebagai media komunikasi pada setiap insan di dunia. Tak hanya sebagai media komunikasi, bahasa juga merupakan identitas dan alat pemersatu bangsa. Setiap bangsa di dunia memiliki bahasa yang berbeda, tergantung dengan budaya dan adat-istiadat setempat.
          Saat ini, kita mengenal berbagai macam bahasa di dunia, mulai dari bahasa Inggris, Arab, Jepang, Spanyol, Korea, Mandarin, Perancis, dan bahasa lainnya. Didalam negeri pun, ada beragam bahasa yang berbeda seperti bahasa Sunda, Jawa, Batak, Kalimantan, Gayo, Melayu, dan bahasa lainnya. Kurang lebih, bahasa di nusantara ada 100 bahasa. Hal ini dikarenakan banyak suku dan etnis yang mendiami nusantara selama berabad-abad, hingga menghasilkan bahasa yang cukup beragam.
          Dari banyaknya bahasa di nusantara, bangsa kita memilih bahasa Indonesia sebagai identitas dan media komunikasi. Kelahiran bahasa Indonesia pun tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun butuh perjuangan dan pengorbanan. Bahasa Indonesia bermula dari bahasa Melayu, yang telah dipakai selama berabad-abad untuk perdagangan dan bahasa sehari-hari. Dan, pada akhirnya bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa Indonesia dan persatuan saat ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Namun, bahasa Melayu yang digunakan terdapat perubahan seperlunya.
          Bahasa Indonesia, memiliki keindahan dan keunikan tersendri dibandingkan bahasa lainnya. Ia memiliki kosa kata yang mudah dimengerti, berimbuhan pasti, tidak ada perbedaan jamak dan tunggal, maupun lainnya. Kita patut berbangga dengan bahasa Indonesia, karena telah diakui oleh masyarakat dunia sebagai bahasa yang indah dan mudah, bahkan bahasa Indonesia direncanakan menjadi bahasa internasional.
          Ironisnya, prestasi tersebut tidak menjadikan bahasa Indonesia populer di tanah air sendiri. Bahkan, cenderung mulai ditinggalkan oleh masyarakat, terutama oleh kaum muda. Bangsa kita, bangsa Indonesia lebih memilih dan bangga menggunakan bahasa luar negeri yang sulit dipahami, dibanding bahasa Indonesia sendiri. Bahkan, ada yang mencampurkannya dengan bahasa Indonesia, padahal belum tentu memiliki makna kata yang sama. Selain itu, muncul istilah-istilah baru yang merancukan makna kata dalam bahasa Indonesia seperti kata ‘cetar’ dan masih banyak yang lainnya.
          Tak hanya mencampur adukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing ataupun istilah bahasa ‘yang tak lazim’, namun kini muncul bahasa baru yang terkesan ‘aneh’, yaitu bahasa alay. Entah dari mana datangnya bahasa ini. Namun yang pasti sangat merusak citra bahasa Indonesia yang memiliki keindahan dan keunikan, dan telah diakui oleh masyarakat dunia.
          Mari kita bandingkan bahasa ’alay’ dengan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia   : Selamat pagi semua
Bahasa alay            : C3l4m4t p46h3 c3mu4
          Secara kasat mata, sudah terlihat dengan jelas bahwa ada perbedaan yang mencolok antar keduanya, baik dari segi penulisan maupun ketika diucapkan. Bahasa Indonesia yang mudah dipahami, diubah menjadi bahasa alay yang sulit dimengerti. Setiap huruf diganti dengan angka, dan diselipkan beberapa huruf yang tidak ada gunanya. Ketika kita membaca kata dalam bahasa ’alay’ pun, memerlukan ‘ekstra tenaga dan pemahaman’ agar bisa dibaca.
          Tiada kata yang dapat mewakili pudarnya bahasa Indonesia selain, “menyedihkan”. Bangsa Indonesia, khususnya generasi penerus bangsa menyebut bahasa ‘alay’ dengan bahasa ‘gaul’. Bahasa yang wajib digunakan sehari-hari, baik di rumah, sekolah, dan lainnya. Bagi orang yang tidak memakai bahasa tersebut, dianggap ‘anak cupu’, tidak tahu mode dan trend terbaru. Padahal, di masa silam generasi penerus bangsalah yang memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Namun, di era yang serba modern ini, generasi penerus bangsalah yang menghancurkan dan mengkhianati ikrar sumpah pemuda, dengan menggeser bahasa Indonesia dengan bahasa ‘alay’ dan sejenisnya.
          Secara tidak langsung, dengan pudarnya bahasa Indonesia di tanah air, berakibat pada terkikisnya identitas bangsa. Dan, seiring berjalannya waktu, mungkin saja bahasa Indonesia akan hilang dari bumi pertiwi.
          Seharusnya, kita berkaca pada orang-orang luar negeri, yang rela bersusah payah mempelajari bahasa Indonesia. Padahal, bahasa Indonesia bukanlah bahasa asal negeri mereka. Tapi, mereka cinta dan bangga terhadap bahasa Indonesia.
          Kita ambil contoh di negara Australia. Di beberapa sekolah formalnya, kurikulum yang diterapkan memasukkan mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai bahan pembelajarannya. Berbeda dengan organisasi Asia Tenggara (ASEAN) yang merencanakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam organisasinya. Atau, Gonzales, pemain sepak bola Indonesia keturunan warga asing yang sudah fasih bahasa Indonesia.
          Seharusnya bangsa kita malu, sangat malu. Bahasa Indonesia tidak diperlakukan sepantasnya di negeri sendiri. Namun, di negeri orang di perlakukan dengan hormat, bahkan di puja.
          Jangan saling menyalahkan satu sama lain, tapi berkacalah pada diri masing-masing. Apakah kita sudah memperlakukan bahasa Indonesia dengan pantas? Apakah kita sudah cinta dan bangga dengan bahasa Indonesia? Apakah kita sudah sepenuh hati memakai bahasa Indonesia?
          Coba kita renungkan. Jika suatu saat kita meninggal dan bahasa Indonesia sudah hilang dari ibu pertiwi. Sedangkan anak cucu kita tidak ada yang tahu bahasa Indonesia. Siapa yang akan mengajari mereka? Siapa yang akan mewarisi dan melestarikan bahasa Indonesia? Apakah mereka harus belajar pada orang-orang luar negeri? Atau bersikap apatis, tidak mau tahu.
          Tutur kata seseorang merupakan cerminan dari identitas pribadinya. Jika ia bertutur kata baik, ia merupakan pribadi yang baik. Dan jika tutur katanya buruk, ia merupakan pribadi yang buruk.
          Sepatutnya, kita menggunakan bahasa Indonesia dengan tutur kata yang baik dan halus. Hindari menggunakannya dengan tutur kata yang buruk, karena akan merusak keindahan bahasa Indonesia sendiri. Dan, mulailah setiap hari dengan kata “AKU CINTA DAN BANGGA BAHASA INDONESIA”.


Nama : Dian Ratna Fuedsi
Kelas  : XII IPS 3

Note : Esay ini udah lama banget di tulisnya, baru di publikasikan ke dunia online. Kalo gak salah, esay ini untuk pemenuhan tugas Bahasa Indonesia sama Bahasa Sunda mengenai karangan esay.

>

1 komentar :

  1. saya bangga dengan bahasa indonesia, visit balik ya di:

    http://smktkjpekalongan.wordpress.com atau http://smktkjpekalongan.blogspot.com

    BalasHapus

Jadilah pembaca yang baik dan budiman, diharap jika mengcopas isi dari blog ini cantumkan alamat blognya.
Silakan berkomentar dengan santun, dengan senang hati saya akan membalasnya ^_^